Istikharah Cinta

Hatiku menghempaskan ombak-ombaknya
di Pantai Dunia Dakwah Islamiyah,
dan menuratkan di atasnya tanda tangan tinta dan airmata
bersama seucap kata,
“Aku merindukanmu karena Allah.”
Tak kau dengarkah langkah-langkahku yang bisu? aku datang, datang, selalu datang setiap saat dan setiap waktu, setiap malam dan setiap siang, setiap hari dan sepanjang hari. Banyak persembahan yang telah ku kidungkan dalam setiap suasana jiwaku, tetapi aku tak tahu darimana engkau makin dekat untuk kutemui? Aku yakin, yakin, dan selalu yakin bahwa suatu saat mentari dan bintang gemintang takkan mampu lagi membiarkanmu tersembunyi dariku. Dalam banyak pagi dan petang, langkah-langkahmu telah mulai terdengar ke dalam hatiku dan memanggilku secara rahasia.
Keheningan lautan pagi dipecahkan oleh ceracau kidung burung; dan bunga-bunga semuanya bersuka ria di tepi jalan; dan kekayaan emas ditebarkan melalui celah awan-awan, sementara aku tak tahu mengapa akhir-akhir ini hidupku seluruhnya terjaga, dan sebuah rasa gembira yang menggetarkan melintas melalui hatiku. Ia bagai waktu yang datang agar aku segera menyempurnakan separuh agama ini, dan aku merasakan semerbak samar-samar keharuman kehadiranmu di udara.
Sang surya merangkak ke tengah langit dan burung dara mendengkur dalam naungannya, daun-daun kering menari-nari dan berputar-putar di udara siang yang menyengat. Akhirnya aku pun menemukanmu, engkaulah yang ku dambakan, hanya engkau hatiku merindukannya tanpa henti; seperti malam yang tetap tersembunyi dalam permohonannya akan terang cahaya siang, demikian jualah di kedalaman nir-sadarku bergema munajatku mendambakanmu, hanya Engkau, wahai titisan Fatimah az-Zahra; seperti badai yang masih mencari jalanya dalam ketentraman kala ia menyerang ketentraman dengan sekuat tenaga, demikian jualah pergolakan cintaku padamu dan doa-doaku masih mendambakanmu, hanya engkau, wahai calon mar'atus sholihah.
Kala siang telah berlalu, dan burung-burung tak lagi berkicau, dan angin yang berkejar-kejaran pun telah lunglai kelelahan, maka tirai kegelapan yang tebal dibentangkan padaku. Aku harus segera melabuhkan cintaku dan memulai melayarkan perahuku bersamamu, oleh karenanya aku bermaksud meminangmu, tetapi aku tak berani dan aku tak punya nyali. Lalu ku urungkan niatku, ku tunggu hingga esok hari.
Di pagi yang masih buta telah dibisikkan bahwa aku akan berlayar dalam perahu, berlayar di samudera yang tak bertepi, dalam senyummu yang kian mendengar kidunganku akan semakin lincah dalam melodinya, bebas laksana gelombang, bebas dari semua perbudakan kata-kata. Tetapi entah kenapa aku tetap tak berani? tetap tak punya nyali? Yah, mungkin karena hanya perahu yang ku miliki, bukan kapal mewah seperti Titanic, sehingga aku tak berani dan tak punya nyali.
Jiwaku bergejolak dan memberontak, "Belum tibakah saatnya? Masih adakah amanah yang harus menunggu diselesaikan? Lihat, senja telah menyelimuti pantai dan bersama pudarnya cahaya burung-burung camar terbang kembali ke sarangnya. Siapa yang tahu si Dia tidak tak akan tetap menunggu kehadiranmu? Boleh jadi si Dia akan berlayar dengan perahu yang lain! tak ingatkah kau dengan janji Tuhanmu,
“...Dan nikahkanlah orang-orang yang membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui...”
(QS an-Nuur: 32)
Yaa Ilahi... demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Mu, bukannya aku tak percaya akan janji-Mu, daku teramat sangat yakin atas janji-Mu, karena itu adalah sebuah kepastian. Tapi yang membuatku tak berani dan tak punya nyali adalah apakah si Dia juga yakin akan janji-Mu? dan apakah si Dia akan menerima daku apa adanya, bukan adanya apa?
Yaa Allah, yaa Rabbi...
Jikalau memang telah Engkau catatkan dia tercipta buatku...
Seandainya telah Engkau gariskan dia menjadi bidadariku...
Maka jodohkanlah kami,
Satukanlah hatinya dengan hatiku.
Selipkanlahlah kebahagiaan di antara kami,
Agar kemesraan itu terjadi dan abadi.
Tetapi...
Yaa Allah, yaa Ilahi...
Jikalau memang telah Engkau tetapkan dia bukan Mujahidahku...
Seandainya telah Engkau takdirkan dia bukan Ibu dari anak-anakku...
Bawalah dia pergi jauh dari pandanganku,
Hapuskanlah dia dari ingatanku,
Dan serta periharalah daku dari kekecewaan ini.
Yaa Allah, Yang Maha Mengerti...
Berikanlah daku kekuatan,
Menolak bayangannya jauh sejauh-jauhnya dari lubuk hati,
Hilang bersama senja yang memerah,
Agar daku senantiasa tenang dan senang,
Walaupun tak bersanding dengannya di pelaminan.
Karena ku yakin, Engkau akan menggantikannya dengan yang jauh lebih baik...
Yaa Allah, Yang Maha Cinta...
Ku pasrahkan hidup dan kehidupanku pada Qadla dan Qadhar-Mu.
Cukuplah hanya Engkau yang menjadi pemeliharaku, di dunia dan akhirat...
Dengarkanlah rintihan hati dari hamba-Mu yang dhaif ini,
Dengarkanlah goresan hati dari hamba-Mu yang naif ini,
Jangan Engkau biarkan daku sendirian, di dunia ini maupun di akhirat...
Di tengah-tengah kehidupan yang liberalistik, kapitalistik, dan hedonistik ini...
Banyak hamba-Mu yang terjerumus ke lembah kehinaan,
Tak sedikit hamba-Mu yang terjerembab di lembah kenistaan,
Dengan berbagai macam jalan kemaksiatan, kemungkaran, dan kekufuran...
Maka karuniakanlah daku seorang Mar'atus Shalihah,
Agar daku dan dia bersama-sama membela kemuliaan agama-Mu,
Agar daku dan dia bersama-sama dapat membina kesejahteraan hidup,
Ke jalan yang Engkau ridhai...
Dan karuniakanlah kepadaku keturunan yang shaleh dan shalehah,
Keturunan yang siap menjadi mujahid dan mujahidah,
Keturunan yang berani memperjuangkan Syariah dan Khilafah.
Yaa Allah, yaa Arhamar Rahimiin...
Perkenankanlah...
Kabulkan...
Amiin... Amin...
Yaa Rabbal ‘Alamiin...