Inspirasi Oh Inspirasi..Dimana Engkau ....

Suntuk…!!!

Semua hanya penjara bagiku. Aktivitas membosankan. Semua yang datang justru menyampaikan keluh kesah masing-masing. Apa mereka tak tahu kalau aku juga punya keluhan sendiri? Ah, aku ingin lari dari penat, ingin pergi dari penjara ini, tapi aktivitas dan diriku sendiri membelenggu jiwaku. Aku tak ubahnya makhluk kerdil yang kini tak punya tujuan. Tak punya? Apa aku tak ingat dengan cita-citaku yang harusnya ku rintis sejak dulu, atau setidaknya dari sekarang?
Bodoh! Aku memang bodoh. Ternyata penat juga dengan berani mengubur inspirasiku. Kini pikiranku tak jauh beda dengan gang buntu, tak tahu mau lari ke mana. Penulis? Cita-citaku masih bisakah terwujud? Sementara bad mood telah mengacaukan segalanya.
Ya sudah, mungkin dengan bermain di dunia maya inspirasiku akan kembali. Selalu itu yang ku andalkan kalau sudah begini. Facebook, twitter, plurk, atau apalah teman-teman mereka sudah seperti “narkotik” sendiri buatku. Sesaat mereka membuatku larut dalam tawa, menghilangkan penat jiwa, terkadang membuatku melayang hingga aku lupa pada sebuah tujuan awal. Mencari inspirasi.
Inspirasi itu tak kunjung juga datang, tapi justru berlayar entah ke pulau mana. ”Narkotik-narkotik” itu juga hanya candu yang tak bisa buatku bahagia seutuhnya. Hanya saja, aku ingin bebas di alam maya itu, meluapkan setiap sepiku. Tapi hampa masih bernyanyi dalam harmoni hidupku.
Gilang. Aku menunggunya. Lelaki itu sudah ku anggap kakak, dia yang biasanya mampu menghapus nyanyian hampa ini. Tapi dia tak jua menyapa. Benda ajaib berwarna silver itu masih diam di samping bantal. Tapi, sepertinya ia sadar ku lirik cukup lama, ia berbunyi memberitahu ada sms untukku.
Gilang. Dia datang. Sejenak hawa segar kurasakan, tapi tak lama. Aku ingin berteriak membaca pesan itu.
“Dek, tidak seharusnya fb dan dunia maya itu menjadi pelampiasan, tidak baik untuk seorang wanita mengumbar emosinya di depan umum, apa tidak lebih baik kalau kamu menggoreskan pena saja untuk sebuah impian agungmu?”
Well, dia boleh saja menasihatiku, tapi apa dia tahu arti penat ini? Aku justru mencari inspirasi di sana. Apakah aku salah jika aku ingin sekedar berbagi perasaanku?? Aku ingin meluapkan semuanya. Tidak ada teman di sini. Perlahan hatiku berontak, mungkin memang sudah tidak ada yang bisa mengerti aku.
Benda ajaib itu terus saja berbunyi, seperti mengoceh kalau ada beberapa sms untukku. Aku mulai muak juga. Ku buka pesan-pesan itu. Dinda, Irna, Meita, Sari. Dari mereka, sahabat-sahabatku. Aku jadi bersemangat, ya aku masih punya mereka. Tapi apa, isi sms itu semua isi curahan hati mereka masing-masing. Dinda yang sedang dimarahi ibunya, Irna yang dicuekin kakaknya, Meita yang baru saja putus, juga Sari dengan cerita adiknya.
Huft… ku tarik nafasku pelan-pelan. Baiklah, ku layani mereka dengan baik. Aku tahu bagaimana harus bersikap sebagai sahabat tak peduli aku kini sedang di pucuk emosi. Tapi masalahnya, aku sudah kehabisan kata untuk menghibur mereka. Hanya satu jurus andalanku, “Keep your smile, friend!”
Begitulah sahabat, dengan begitu saja mereka tampak bahagia. Perlahan ku rasakan ada embun bahagia menetes di relungku. Aku sedang membayangkan senyum mereka, rasanya indah sekali. Dengan sejuk, aku merasakan embun itu seperti membuatku tenang. Neuron dan dendrit mengirimkan impuls khusus yang membuatku terhenyak, “Apa yang dikatakan Gilang itu benar.”
Sontak aku bergejolak, aku jernihkan kembali pikirku. Ya, dia benar, aku tak kan bisa maju bila ku biarkan terus inspirasiku terkubur. Dia memang sering menentangku, tapi itulah yang membuatku ‘bangun’. Aku bangun. Dengarkan wahai inspirasi, kamu harus ku gali dari persemayamanmu! Aku belum sempat menggalinya, ketika tiba-tiba otakku tersadar. Aku tak sendiri. Bukankah inspirasi itu kini sedang mengelilingiku? Inspirasi itu tidak terkubur, hanya aku tak pernah melihatnya atau tak menyadarinya bahwa mereka adalah inspirasi. Bukankah mereka adalah tinta yang siap ku gunakan untuk menggores halaman putihku?
-selesai-