Kematian Pasti akan Datang Menemui Kita



Tidak semua orang dan tidak setiap saat kita mengingat mati. Terkadang kita bertingkah seolah punya nyawa banyak. he..he..
Misal; berkendara ugal-ugalan di jalan, bertingkah sok jagoan neon, dll. Namun ingatlah bahwa kematian pasti datang menjelang. Karena Ar-Rahman telah berfirman:

"Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan." (Al-Anbiya`: 35 )

"Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (An-Nisa`: 78 )


Ingat...ingat...? Thing?! Kematian datang tidak memandang ras keturunan, mau dia seorang jagoan atau pecundang, apa dia bangsawan atau bukan, mau dia pejuang atau yang cuma diam. Pokoké kematian jika sudah menjelang, ya mati dech. Tidak perduli apa kita ingat mati atau tidak ingat sama sekali, kalau batas hidup sudah berakhir ,ya TAMAT.

Maka mari kita mengingat mati, sebagai mana telah di sabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

"Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian)." ( HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy- Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, "Hasan shahih." )

Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:
- Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan- akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.
- Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk "pergi." ( Bahjatun Nazhirin , 1 /634 )

Sering saya (angger) mendengar ikhwan yang berkata "seorang muslim itu harus cerdas" , sungguh benar perkataan itu, sebagai seorang muslim kita memang harus cerdas, dan seorang muslim yang cerdas adalah muslim yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal kesana.

Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma mengabarkan, "Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata, 'Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?' Beliau menjawab, 'Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.' 'Mukmin manakah yang paling cerdas?', tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:

"Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas." ( HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash- Shahihah no. 1384 )

Mari kita berfikir sejenak. Kenapa orang yang mengingat mati dan mempersiapkan bekal kematian di katakan cerdas? STOP!! Sudah habis waktu berfikirnya.

Kita simak perkataan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu, Beliau berkata, "Ad- Daqqaq berkata, 'Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?" ( At- Tadzkirah , hal. 9)

Alangkah bodoh dan meruginya diri ini yang hanya mempersiapkan masa depan dunia yang fana dan melalaikan bekal akhirat nan kekal, janganlah engkau wahai jiwa, termasuk orang yang merugi tersebut. Tidakkah engkau baca firman Allah;

"Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (Al-Hasyr: 18 )

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian." ( Al- Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir , hal. 1388 )

Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.

"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, 'Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?'." (Al-Munafiqun: 10 )

Kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, kehidupan dunia ini sebentar jika di banding di akhirat yang kekal, makanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma. (Syarh Al Arba'in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294 ). Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,

"Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara." (HR. Bukhari no. 6416 )

Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia.
Ath Thibiy mengatakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata." (Dinukil dari Fathul Bariy, 18 /224 )
Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh.